Selamat Jalan Ayah

09:28:00

Selasa 27 agustus tahun 2019 sekitar jam 1.15 wib saya dikabari oleh keluarga akan keadaan sakit ayah yang sudah semakin parah. Saat itu saya yang sedang mengantuk berat  hilang rasa kantuk dan pikiran yang entah kemana mana. Pikiran hanya membayangkan bagaimana caranya bisa pulang dengan cepat hingga sampai ke rumah. Bodohnya, saya membayangkan tidak akan ada mobil satupun pada jam saat itu mobil yang bergerak dari idi menuju Banda Aceh. Akhirnya saya hanya berdiam diri dengan pikiran yang entah kemana-mana sampai subuh. Siap shalat subuh, hingga jam 7 saya langsung menuju ke terminal untuk mencari mobil yang menuju ke banda Aceh. Lama menunggu tidak ada mobil satupun juga yang singgah di loket untuk menuju ke banda Aceh hingga akhirnya siap sarapan  nampak satu mobil L300  yang singah di terminal mencari penumpang untuk menuju ke banda aceh. Tidak ada pilihan lain, saya langsung beli tiket.

Sekitar jam 8 keluarga yang di rumah kembali mengabari bahwa ayah kami telah meninggal dunia. Hari yang berat bagi bagi saya dan keluarga saat itu. Hari yang tidak diinginkan oleh semua anak di dunia ini, hari yang ketika saya bayang-bayangkan dulu saya meneteskan air mata sendiri karena tidak sanggup membayangkan hari itu, hari yang menjadikan saya seorang anak yatim. Di sudut mobil L300 saya menutup wajah dan menangis sendirian. Tidak ada yang dapat saya lakukan, hanya bisa menangis. Kemudian saya menenangkan diri dengan bacaan yang saya tau dibacakan oleh nabi ketika beliau sedang ada masalah, musibah, gelisah, sedih :

" laa ilaaha illa allahul  'adhimul haliem, laa ilaaha illallahu rabbul 'arsyil 'adhiem, laa ilaa ha illallahu rabbussamaawati, wa rabbu ardh, wa rabbu 'arsyil kariem"

Sedikit hati saya menjadi tenang. Namun, pikiran yang terus terbayang dengan sang ayah kembali membuat saya meneteskan air mata. Sebagai manusia yang lemah,  saya sulit bisa menerima saat itu ayah begitu cepat meninggalkan kami. Hati terus memberontak kenapa ayah harus meninggal di usia yang ketika saya lihat ke orang lain usia yang masih segar, masih dapat berjalan, ngopi-ngopi. Kenapa tidak ada fasilitas operasi jantung bypass di RS kebanggan masyarakat aceh itu ?kenapa untuk pengurusan pengambilan rujukan operasi di luar Aceh harus cek ini itu? Hati terus memberontak. Namun, kembali lagi saya harus yakini diri ini takdir dari yang maha kuasa. Ada "campur tangan" dari sang khalik disini. Kita sebagai makhluk yang lemah tidak dapat melawan qudrah dan iradah Nya.

Ayah meninggal karena penyakit penyempitan pembuluh darah di jantung. Penyempitan yang membuat ayah merasakan sakit hampir setiap hari. Penyempitan parah yang tidak bisa disembuhkan dengan pasang ring. Solusi terakhir hanya operasi bypass. Pengurusan ioperasipun telat karena ketika masih sehat ayah tidak mau melakukan operasi besar bypass karena beliau khawatir sebagai penderita penyakit diabetes juga, solusi dari dokter hanya operasi. Ayah sempat berhajat seandainya sembuh dari penyakkitnya tanpa operasi beliau akan menjual satu toko untuk bersedekah kepada fakir dan miskin. Namun, Allah punya rencana lain, manusia hanya bisa berdoa dan iktiar sementara hasil Allah yang menentukan.

Hal paling saya salut dan sering meneteskan air mata ketika melihat ayah yang sedang sakit, beliau orang yang sangat tabah, selalu menampakkan wajah yang ceria ketika kami berbincang langsung ataupun berbicara via telepon. Bahkan ketika beliau dikatakan gagal utk pemasangan ring pembuluh darah di jantung karena penyumbatan yang sudah sangat parah yang tidak bisa diatasi dengan ring lagi, saat itu saya tau ayah sering merasakan sakit dada yang kata ayah seperti kulit terkelupas itu namun tetap saja ketika saya menanyakan kabarnya beliau selalu bilang "hana pu2 yah jino, sehat2 mantong" . Yang paling saya sesali mungkin ketika beliau di rumah sakit, sebagai seorang introvert tidak banyak pembicaraan saya dengan ayah, beliau yang banyak menanyakan bagaimana saya disana, bagaimana ini itu. Saya merasa bersalah disitu. Untuk anda yang masih mempunyai orangtua hargailah setiap momen anda dengannya, berbincang-bincang lah dengannya walaupun pembicaraan yang tidak penting. Sekarang saya tau, ketika orangtua berbicara dengan kita untuk hal2 yang tidak penting artinya mereka ingin menghabiskan banyak waktu dengan kita, mereka merindukan kita :)




Berangkat dari idi jam 8 akhirnya saya sampai di banda aceh jam 4 sore. Ketika saya smapai di rumah saya melihat keramaian di rumah, dengan mengucpakan salam saya masuk ke rumah melihat jenazah ayah yang menanti anak lelaki pertamanya berbaring kaku di kelilingi oleh orang yang siap untuk membawa ke tempat peristirahatan terakhirnya. Saya menangis disitu memeluk ibu saya, ibu hanya bisa menenangkan. Kemudian saya hampiri jenazah ayah yang sudah terbaring kaku, saya mengecup keningnya sambil membisikkan sesuatu " istirahat yang tenang yah, kamo ino akan sabè meudoa keu dron". tidak ada yang bisa saya lakukan selain terus berharap kepada Allah tempatkanlah ruh ayah saya bersama para 'alim ulama, para shalihin.

Sedikit membuat ceria, ayah meninggal pada hari selasa, tidak laam sebelum itu seorang waliyullah dan juga 'alim ulama KH. Maimoen Zubair juga meninggal. Semasa hidup Mbah moen (KH. Maimoen Zubair) sering berdoa untuk diwafatkan pada hari selasa karena pada hari itu para 'alim ulama diwafatkan. Ya Allah semoga engkau tempatkan ayah saya dengan orang-orang 'alim.

Kemudian jenazah ayah saya di usung dibawa ke meunasah untuk dishalatkan, setelah dishalatkan kemudian kembali diusung untuk dibaw ake tempat peristirahatan terakhirnya. Sampai di tempat pemakaman, saya dan adik yang mengangkat ayah untuk dimasukkan kedalam liang lahat. Ketika sudah dimasukkan ke dalam liang lahat dan mengarahkan wajah ke arah kiblat. Saya hanya bisa berbisik ke tanah " Tanah, jenazah yang berada di tubuhmu ini ayah saya, saya bersaksi beliau orang beriman, orang yang telah mengajarkan kami hingga mengenal tuhan". Kemudian saya merenung sebentar di dalam liang lahat itu sambil meneteskan air mata " ini tempat terakhir yang akan ku tempati juga, apa yang akan kubawa nantinya". Hingga kemudian tanah demi tanah dijatuhkan sebagai tanda fardhu kifayah terakhir terhadap jenazah telah ditunaikan. Saya hanya membayangkan bagaimana nasib ayah saya di dalam sana. Senangkah beliau ? atau sebalikya, na'uzubillah. Ya Allah jadikan kubur ayah kami raudhatan min riyaadhil jannah, taman daripada taman-taman surga. Selamat jalan Ayah !

Al faatihah ilaa ruuhi Mukhtar bin Arsyad

You Might Also Like

0 komentar