Perlunya Pendidikan Bermedia Sosial
06:44:00
Media sosial semakin hari terus menampakkan diri
sebagai platform paling digemari oleh khalayak saat berinternet. Bahkan,
kehadiran media sosial tidak hanya dimanfaatkan untuk bersosialisasi dengan
sesama teman dan kerabat yang jauh, media sosial juga telah menjadi tempat utama
tiap orang memperoleh informasi apapun di berbagai belahan dunia.Kehadiran
media sosial di tengah masyarakat saat ini tak ubahnya bagaikan pisau bermata
dua. Manakala dimanfaatkan dengan bijak ia akan menjadi media yang sangat
positif untuk penggunanya begitu juga sebaliknya
jika dimanfaatkan untuk hal yang negatif ia akan berdampak buruk bagi penggunanya
dan juga orang lain.
Dulu, sebelum ada media sosial kita tidak pernah
meihat orang saling caci memaki di setiap saat dan tempat. Dulu bukannya kita
tidak pernah komen jelek terhadap orang
lain. Namun karena semua komen jelek kita terhadap orang lain masih tersimpan
dengan aman di dalam hati, belum sampai mengeluarkannya dalam bentuk suara
hingga melukai hati orang lain, setidaknya malaikat pun tidak mengeluarkan penanya untuk mencatat keburukan yang kita
kerjakan. Nah, sekarang di era media sosial ini semua cacian makian bebas
diucapkan oleh siapapun, kemanapun. Bukan dengan mulut melainkan dalam bentuk
tulisan dimana jutaan pengguna media sosial lain dapat melihatnya, bahkan
diebarkan ke orang lain.
Melihat fenomena pengguna sosial media di Indonesia
saa ini seolah terbagi ke dalam dua kelompok. Yang pro terhadap tokoh A mereka
mesti kontra terhadap tokoh B begitu juga sebaliknya. Fenomena ini mulai
terlihat setidaknya saat pemilihan calon presiden tahun 2009 silam. Berbagai
isu dihembuskan saat itu. Siapapun pengguna media sosial saat itu akan melihat
komentar cacian makian dimana mana, mereka yang pro terhadap capres A mencaci
maki capres B begitu juga sebaliknya yang mendukung capres B komentar yang
tidak baik terhadap capres A. Dan itu masih terlihat setidaknya sampai sekarang
walaupun tidak seheboh saat menjelang
pilpres 2009 silam. Walaupun tidak semua pengguna media sosial demikian.
Media sosial seolah telah mejadi tempat untuk
meluapkan segala isi hati seseorang. Tak peduli itu menyakiti hati orang lain
atau tidak. Tangan kalah cepat dengan otak, akhirnya apa yang ditulis oleh
tangan otak hanya mengiyakan saja.
Ironisnya, caci mencaci di media sosial ini dilakukan
oleh mereka yang tidak tahu duduk persoalan, mereka yang hanya melihat
informasi yang tidak jelas menyebar di akunnya dan biasanya ini para remaja,
meskipun tidak sedikit juga mereka yang sudah dewasa. Mereka hanya membaca
berita tentang suatu isu di postingan yang tidak jelas tanpa tahu itu berita
benar atau hanya hoax lalu mereka ikut caci maki di komentar.
Perlu kirannya dibuat suatu kurikulum di sekolah
tentang pendidikan bermedia sosial ataupun sosisalisasi kepada para remaja
tentang dampak positif dan negatif media sosial. Pendidikan yang dapat membuat
para remaja tahu mana yang wajar dalam media sosial dan mana yang tidak wajar.
Apalagi pada tahun 2008 dikeluarkannya
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang Undang nomor 11
tahun 2008 atau UU ITE yang berfungsi untuk mengatur tentang informasi serta
transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. Segala yang
dilakukan di dalam media sosial dapat dikenakan sanksi jika itu mencakup dalam
pencemaran nama baik ataupun penghinaan SARA (Suku Agama dan Ras).
Siapa orang yang paling dibenci dan mendapat
banyak komentar cacian dan makian di media sosial? JIka orang yang membenci itu
bertemu dengan yang dibenci di dunia nyata apakah mereka akan melakukan hal
yang sama yang mereka lakukan di media sosial? Saya rasa tidak. Dalam
menggunakan media sosial kita harus paham betul bahwa mereka yang membaca yang
kita tulis, yang kita share, yang kita komentari adalah manusia biasa yang
mempunyai perasaan. Sebagaimana kita mejaga perasaan sesama manusia dalam dunia
nyata begitu juga harus kita lakukan di dunia maya.
0 komentar