3 Kali Bebas dari Razia

18:21:00


Sempat tiga kali lolos dari razia polisi, ini pengalaman langka bagi saya. Yang kali pertama dan kedua itu memang dispensasi dari polisi karena mungkin kasihan lihat saya, sementaea kali ketiga ini memang luar biasa, saya berhasil kabur dari polisi.

Jam menunjukkan pukul 12.15. Saat itu saya pulang lebih dulu dari biasanya karena khusus hari senin jam pelajaran sekolah hanya sampai pukul 12.15, beda dengan hari-hari lain yang sampai jam 14.00 hingga 17.30. Saya dengan Jupiter Z seperti biasanya pulang lewat jalan Lampeuneurut-ketapang, dari jalan lampeuneurut menuju ke Lambaro Cafe- Lubuk- hingga ke kampung halaman saya di desa Lamdaya.

Mungkin karena sudah kebiasaan kendarai sepeda motor di bawah 80 km per jam, saya jadi tidak lihat kiri-kanan. Padahal biasanya kalau ada razia, sudah keliatan orang-orang berbalik arah untuk menghindari razia. Tidak jauh dari pendopo wali naggroe, di depannya memang ada jalan tanjakan sedikit, tepat di bawahnya polisi sedang razia. Saya yang dari sekolah memang kendarai sepeda motor dengan agak sedikit kencang, langsung berhadpaan dengan pasukan 'hijau-hijau stabilo' ini. Dengan lambaian tangan khasnya yang mengarah kepada saya, saya langsung memperlambat motor dan akhirnya berhenti.

Karena si polisi ini tau sepeda motor saya tanpa kaca spion, tanpa tanya ini itu saya langsung dibawa ke tempat tilang. Jujur, waktu itu hati say dug..dug..dug bukan main. Wajar menurut saya kalau saya ketakutan luar biasa, karena itu memang pengalaman pertama kena tilang. Saya sempat melihat orang bayar tilang langsung ke polisinya tanpa surat tilang.

Padahal, jika kita mengakui kesalahan maka kita akan diberikan surat tilang berwarna biru dengan membayar maksimal di bank kemudian membawa bukti pembayaran ke satlantas setempat. Ada juga surat tilang warna merah, itu khusus untuk yang tidak mengakui kesalahan yang nantinya akan mengikuti sidang yang telah ditentukan, besarnya denda diputuskan oleh hakim. Jadi tidak ada istilah kalau kena tilang kita harus bayar ke polisinya itu sama saja kita melegalkan pungut liar.

Kembali ke topik, saya yang tidak tahu apa-apa waktu itu hanya termenung melihat orang-orang yang sibuk membereskan diri agar cepat bebas. Sempat juga terekam di mata saya, orang yang membawa teman atau saudaranya yang tentara agar dapat bebas dari polisi, mata saya terus tertuju ke tentara itu, ada sedikit pembicaraan tentara dengan seorang polisi akhirnya si polisi itu langsung mengembalikan kunci yang disita bagi yang kena tilang. Dan mereka pun bebas dengan tanpa syarat.

Saya sempat meminta handphone kepada seorang polisi untuk menelepon ayah, karena saat itu saya tidak punya hp dan uang untuk membayar denda tilang dan ternyata tidak dikasih oleh polisi itu. "pelit juga ini polisi, alah...biar selesai orang-orang ini dulu, saya terakhir saja urusnya, nanti kalau diminta uang bilang saja tidak punya uang, kalau suruh telpon orang tua bilang saja nggak punya hp" Kata saya dalam hati.

Setelah semuanya selesai, tinggallah saya dan beberapa orang lagi, " Kesini kamu dek!" Kata seorang polisi yang mengurus surat tilang "Salah kamu apa?" Lanjutnya lagi "Nggak punya spion pak" Kata saya. Tiba-tiba terdengar suara dibelakang saya " Hey..kesini,punya uangkan? sekarang kmu ambil kunci dan stnk motor kamu, beli rokok sebentar" Kata seorang polisi lainnya yang sepertinya kasihan lihat saya, kebetulan sitaan kunci dan stnk semua di genggamannya. "Nggak punya uang pak" kata saya yang memang waktu itu memang kere banget. " Ya udahlah..pulang sana..hati-hati dijalan". Langsung saja saya tancap gas, khawatir dipanggil lagi smaa polisi lainnya.

********
Usai pulang sekolah jam 17.00 sore, seperti biasa saya mengantar teman pulang ke Lampineung. Usai mengantarnya pulang, saya punya dua rute jalan pulang menuju ke rumah yang masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Yang pertama jalan lewat ulee kareng, kelebihannya jalan ini terbebas dari razia, dan lebih dekat menurut saya, kekurangaannya yaa jalannya sempit, berdebu. Kemudian ada jalan lewat jembatan pango, kelebihan jalan ini tidak sempit dan lebih nyaman berkendaraan, kekurangannya jalan ini memang jalan raya yang sering adanya razia.

Kebetulan saat itu saya mengambil rute jalan lewat Jembatan pango dan dihentikan oleh polisi di pagar air hampir sampai lapangan bola. Sama seperti sebelumnya, saya kena tilang karena tidak ada spion honda, padahal ayah saya sering bilang " Nyan honda ka lagak dipeugot lee jepang, bek ka ploeh nyoe ka ploeh jeh. Jepang tip2 dipeugot na maksud bek kah jak otak-atik, caroeng jepang ngon kah". Saya coba untuk menelepon ayah, ahh.. rupanya saya tidak punya pulsa. Saya menunggu saja sampai dipanggil oleh polisi dan untuk beralasan mengatakan tidak punya uang dan hp untuk telepon orangtua.

Sepertinya selalu ada polsi yang kasian lihat saya, " Dek..ini kuncinya pulang terus ke rumah, besok dilengkapi yang tidak ada jangan sampai kena tilang lagi" Kata seorang polisi " Kasihan anak sekolah" Kata polisi tadi ke temannya yang polisi lainnya. Termasuk kesalahan saya saat itu tidak punya SIM. Padahal umur saya ketika itu 16 tahun sedangkan persyaratan pembuatan SIM minimal berusia 17 tahun. Saya sempat beralasan belum bisa buat SIM, katanya sih nggak ada alasan, yang berkendaraan wajib punya SIM.

********

Yang ketiga ini paling mengesankan sekaligus menegangkan bagi saya. Kejadiannya sama seperti seperti yang pertama di Jalan Lampeuneurut, tapi kali ini di tanjakan kedua jalan lampeuneurut menuju Lambaro kafee.Ada dua tanjakan di Jalan Lampeuneurut ini, yang pertama usai melewati bundaran kemudian sekitar 300 meter di depannya ada sebuah tanjaakakn, tanjakan kedua lewat pendopo wali nanggroe sedikit. Nah, saya terjaring razia di tanjakan yang pertama itu.

Seperti biasa, pulang sekolah dengan kecepatan tinggi, saya sempat lihat orang-orang sudah berbalik arah untuk menghindari polisi. Seorang polisi mengejar mereka dan mengharuskan mereka untuk menuju ke tempat tilang. Saya yang di belakang mereka langsung singgah di sebuah rumah samping jalan, disana saya melihat banyak motor lainnya yang sedang di parkir disana tapi pemiliknya entah kemana mereka senasib dengan saya pastinya. Mungkin karena telah banyak motor yang numpuk disitu polisi juga curiga, datanglah seorang polisi untuk mencatat berapa buah motor disana. Saya yang dari tadi bersembunyi di dalam sebuah rumah, takut yang luar biasa. Kebetulan ada pemilik rumah yang menganjurkan saya untuk bersembunyi di dalam rumahnya. Sementara si polisi datang dan pergi untuk melihat apakah si pemilik motor masih ada.

Ketika si polisi pergi, pemilik rumah membujuk saya “ Kacok Honda ka wo laju, polisi hana lee..bagah…bagah..”. Tangan saya tidak dapat menghindari gemetar yang luar biasa. Saya cek di jalan sepertinya memang tidak ada polisi, saya hidupkan motor dan langsung tancap gas dengan jantung yang dag dug. Kalau tidak salah, ada seorang polisi dibelakang saya tapi dengan jarak yang agak jauh. Saya mengambil rutee jalan tikus di desa lamreung hingga kembali sampai ke lambaro.

Jujur, saat itu saya merasakan ketakutan yang luar biasa. Apa yang saya tulis ini tidak mewakili semua kejadian. Ada moment-moment lain yang saya tinggalkan. Saya merasa seperti seorang penjahat yang dikejar polisi. Mungkin salah saya juga kenapa tidak memakai spion, kenapa tidak membuat KTP, kenapa tidak membuat SIM.

Sebenarnya, selain tiga kejadian bebas dari razia yang saya alami ini. Banyak juga kejadian-kejadian lain terbebas dari razia, tapi semuanya karena berbalik arah. Sempat juga dibentak dari jauh “Woi..jangan lari lu” saya tidak peduli yang penting bisa terbebas dari polisi dan happy…hahahahaa

Kejadian itu semuanya ketika saya kelas X dan XI SMKN 2 Banda Aceh. Sekarang sudah lengkap semua surat suratnya Pak Polisi (i u are a police :)) hehehe










You Might Also Like

2 komentar