Kunci Kebahagiaan Ibnu Athailah dan Penganut Stoic
04:04:00Pada kajian yang lainnya beliau juga pernah
mengatakan "Kunci kenikmatan itu satu, jangan melihat kenikmatan orang
lain". Penjelasan seperti ini sejalan dengan yang beliau jelaskan nukilan
dari kitab al hikam karangan ibnu athailah as sakandari " berusaha sedikit
sekali apa yang membuat kita sennag maka akan sedikit sekali apa yang membuat
kita susah".
Pada intinya senang, susah, sedih, bahagia itu ada dipikiran
kita. Apa yang kita lihat mempengaruhi pikiran kita, apa yang kita pikirkan
tentusaja menghasilkan output senang atau sedih. Kita dapat mengontrol pikiran,
kita dapat men trigger emosi kita agar senang atau sedih. Salah satunya seperti
yang gus baha katakan tidak melihat kebahagiaan orang lain, dalam artian
lihatlah ke bawah dalam urusan duniawi. Dengan begitu kita akan mudah
bersyukur.
Berbicara tentang mengontrol pikiran, apa yang saya dengar
dari kajian gus baha' identik dengan konsep para penganut stoic. Dalam kajian
stoic ada yang namanya premeditatio malorum atau bisa diartikan premeditasi
kejahatan yaitu kita memikirkan kemungkinan negatif yang akan terjadi pada kita
ketika hendak melakukan sesuatu. Misalnya, kita memikirkan kemungkinan buruk
ketika akan berangkat kerja, ban motor kempes, ditilang polisi dan lain
sebagainya. Tujuannya agar sebelum kejadian tersebut terjadi kita sudah
mempersiapkan dengan matang baik itu sim, ktp, teman yang bisa dihubungi dan
lain sebagainya. Ketika nanti kejadian tersebut benar terjadi mental kita sudah
siap dengan segala konsekuensinya.
Sekilas mirip dengan vaksinasi, dimana virus dijinakkan
disuntik ke dalam tubuh agar antibodi dapat mengenali virus tersebut. Nantinya
ketika virus betulan masuk kedalam tubuh antibodi sudah mengenali dan membasmi
virus tersebut.
Ini mirip dengan yang dikatakan oleh pengarang kitab al hikam
ibnu athailah as sakandari berusaha sedikit mungkin yang membuat kita senang.
Dengan berusaha sedikit apa yang membuat kita senang tentu mood kita akan
terjaga dari ekspektasi berlebihan kita terhadap sesuatu. Kalau saya melihatnya
lebih kepada bagaimana bersikap biasa-biasa saja.
Kalau pun anda senang bersikap lah biasa-biasa saja, sehingga
nanti ketika apa yg membuat anda senang tidak terjadi ataupun sudah terjadi
tidak berulang sesuai dengan yang diharapkan, kita woles aja. Karena ekpektasi
kita terhadap hal tersebut biasa-biasa saja. Maka dengan bersikap biasa-biasa
saja terhadap hal yang kita senangi, justru akan sedikit membuat kita susah.
Baik konsep premeditatio malorum maupun yang dikatakan oleh ibnu athailah,
intinya berfokus pada kita mengontrol pikiran kita, bagaimana menyiapkan mental
yang tangguh untuk menghadapi dilema kehidupan yang tidak bisa ditebak. Apakah
kita memikirkan apa yang kita lakukan akan mulus selalu sesuai yang kita inginkan?
Apakah kita tidak memikirkan bagaimana jika tidak sesuai dengan yang kita
inginkan ? Jika tidak sesuai bagaimana dengan pikiran kita sudah siap? Apa
persiapan kita untuk mengatasi hal-hal yang tidak kita inginkan?
0 komentar