­

Mengenal Lebih Dekat Dengan "Teuku Umar"

01:35:00

Teuku Umar ! siapa yang tidak kenal dengan beliau ? 

                                                                                                            Teuku umar

Beliau dilahirkan di Meulaboh, Aceh Barat,NAD pada tahun 1854. Beliau adalah anak seorang Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinan dengan adik perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki. Beliau dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, pantang menyerah dan terkadang suka berkelahi dengan teman sebayanya. Beliau juga seorang yang memiliki watak keras, tegas dalam menghadapi segala permasalahan. Meski tidak memiliki pendidikan yang layak tetapi beliau bisa menjadi seorang pemimpin yang tegas, cerdik dan pemberani. Wajar saja kalau di usianya yang 19 tahun beliau sudah menjadi Keuchik (kepala desa dalam bahasa Aceh) di kampung halamannya.

Ketika perang Aceh meledak pada tahun 1879, Teuku Umar ikut serta dengan pejuang-pejuang Aceh lainnya melawan penjajah , saat itu umur beliau baru menginjak 19 tahun, Mulanya beliau berjuang melawan penjajah di daerah kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan sampai ke Aceh Barat dan Aceh Besar.



                                                                                            Teuku Umar Crew System(CS)

Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim. Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dhien, puteri pamannya Teuku Nanta Setia. Suami Cut Nyak Dien, yaitu Teuku Ibrahim Lamnga meninggal dunia pada Juni 1878 dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. 


                                                                                                       Cut Nyaek Dhien

Keduanya kemudian berjuang bersama dalam melawan penjajah.

Dalam melawan penjajahan belanda Teuku Umar dan pengikutnya membutuhkan senjata yang canggih, penjajahan belanda dalam melakukan penjajahannya dilengkapi dengan senjata perang yang tidak dimiliki oleh pejuang-pejuang Aceh. Para pejuang-pejuang Aceh hanya mengandalkan Rencong dan Bambu Runcing dalam menghadapi penjajahan Belanda.
  

                                                                                      Rencong diyakini punya Teuku Umar   

Teuku Umar adalah seorang yang cerdik, dengan kecerdikannya beliau mencari strategi untuk mendapatkan senjata yang canggih dari pihak Belanda. Akhirnya, Teuku Umar menemukan srategi yang jitu untuk mendapatkan senjata dari Belanda yaitu dengan berpura-pura menjadi antek Belanda. Belanda berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas militer.

Ketika bergabung dengan Belanda, Teuku Umar menundukkan pos-pos pertahanan Aceh, hal tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura-pura untuk mengelabuhi Belanda agar Teuku Umar diberi peran yang lebih besar. Taktik tersebut berhasil, sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pang Laot (panglima Laut]) sebagai Asistennya dikabulkan.

Secara diam-diam tanpa diketahui oleh pihak belanda Teuku Umar membagikan senjata hasil rampasannya dari penjajah Belanda untuk memberikan kepada pejuang Aceh, dan memimpin kembali perlawanan rakyat. dan Teuku Umar berhasil merebut kembali daerah 6 Mukim dari tangan Belanda, yang sebelumnya telah dikuasai oleh pihak Belanda. Nanta Setia, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar kembali ke daerah 6 Mukim dan tinggal di Lampisang, Aceh Besar, yang juga menjadi markas tentara Aceh. Setelah berhasil kembali merebut daerah 6 mukim, taktik penyerahan diri Teuku Umar telah diketahui oleh pihak Belanda karena Teuku Umar sendiri yang memimpin perang pada waktu itu.

Karena merasa perang demi perang yang dijalani sangat menyengsarakan rakyat, rakyat tidak bisa bekerja sebagaimana biasanya, petani tidak dapat lagi mengerjakan sawah ladangnya. Teuku Umar pun mengubah taktik dengan cara menyerahkan diri kembali kepada Belanda. September 1893, Teuku Umar menyerahkan diri kepada Gubernur Deykerhooff di Kutaraja bersama 13 orang Panglima bawahannya, setelah mendapat jaminan keselamatan dan pengampunan. Teuku Umar dihadiahi gelar Teuku Johan Pahlawan Panglima Besar Nederland. Cut Nyak Dien sempat bingung atas keputusan yang dibuat oleh suaminya.

Teuku Umar menunjukkan loyalitas yang sangat meyakinkan kepada Belanda. Pejabat-pejabat belanda yang datang kerumahnya disambut dengan baik. Ia selalu memenuhi setiap panggilan dari Gubernur Belanda, dan memberikan laporan yang memuaskan, sehingga ia mendapat kepercayaan yang besar dari Gubernur Belanda. Kepercayaan itu dimanfaatkan dengan maksimal oleh Teuku Umar seperti dalam peperangan melawan pasukan Aceh Teuku Umar hanya melakukan perang pura-pura dan hanya memerangi Uleebalang yang memeras rakyat (misalnya Teuku Mat Amin). Pasukannya disebarkan bukan untuk mengejar pejuang-pejuang Aceh , melainkan untuk menghubungi para Pemimpin pejuang Aceh dan menyampaikan informasi-informasi rahasia.

Tanpa diketahui oleh pihak belanda, Teuku Umar mengadakan pertemuan rahasia yang dihadiri oleh pemimpin pejuang-pejuang Aceh yang membicarakan tentang rencana Teuku Umar untuk kembali memihak kepada Aceh dan membawa kabur senjata-senjata yang di dapatkan dari Belanda. Atas insiden tersebut akhirnya Cut Nyaek Dhien tahu bahwa selama ini suaminya hanya berpura-bura menjadi antek Belanda untuk mendapatkan keuntungan demi perjuangan Aceh. Bahkan gaji yang diberikan Belanda secara diam-diam dikirim kepada para pemimpin pejuang untuk membiayai perjuangan.

Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar.

Berita tersebut membuat kolonial Belanda sangat geram terhadap Teuku Umar. Sampai-sampai Gubernur Deykerhooff dipecat, karena dianggap kurang becus dalam menjalani tugasnya dan digantikan oleh Jenderal Vetter. Tentara baru segera didatangkan dari Pulau Jawa. Vetter mengajukan ultimatum kepada Umar, untuk menyerahkan kembali semua senjata kepada Belanda. Umar tidak mau memenuhi tuntutan itu. maka pada tanggal 26 April 1896 Teuku Johan Pahlawan dipecat sebagai Uleebalang Leupung dan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia Belanda.

Teuku Umar mengajak uleebalang-uleebalang yang lain untuk memerangi Belanda. Seluruh komando perang Aceh mulai tahun 1896 berada di bawah pimpinan Teuku Umar. la dibantu oleh istrinya Cut Nyak Dhien dan Panglima Pang Laot, dan mendapat dukungan dari Teuku Panglima Polem Muhammad Daud. Pertama kali dalam sejarah perang Aceh, tentara Aceh dipegang oleh satu komando.

Pada bulan Februari 1898, Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim Pidie bersama seluruh kekuatan pasukannya lalu bergabung dengan Panglima Polem. Pada tanggal 1 April 1898, Teuku Panglima Polem bersama Teuku Umar dan para Uleebalang serta para ulama terkemuka lainnya menyatakan sumpah setianya kepada Raja Aceh Sultan Muhammad Daud Syah.




                                                                                         Sultan Muhammad Daud Syah                    

Februari 1899, Jenderal Van Heutsz mendapat laporan dari mata-matanya mengenai kedatangan Teuku Umar di Meulaboh, dan segera menempatkan sejumlah pasukan yang cukup kuat diperbatasan Meulaboh. Malam menjelang 11 Februari 1899 Teuku Umar bersama pasukannya tiba di pinggiran kota Meulaboh. Belanda yang sebelumnya telah mema-matai Teuku Umar, mengepung Teuku Umar dan pasukannya. Tidak ada pilihan lain bagi Teuku Umar dan pasukannya selain bertempur.  Dan dalam pertempuran itu Teuku Umar Syahid. Jenazahnya dimakamkan di Mesjid Kampung Mugo di Hulu Sungai Meulaboh. 


                                                                                      Makam Teuku Umar, Meulaboh, Aceh

Berita meninggalnya Teuku Umar sampai ke telinga Cut Nyaek Dhien, Cut nyak Dhien sangat sedih atas meninggalnya suami tercinta. Bagi Cut Nyaek Dhien dengan meninggalnya suami tercinta tidak berarti perjuangan Rakyat Aceh telah habis. Cut Nyak Dhien bertekad untuk kembali melanjutkan perjuangan Aceh dan mengambil alih kepimimpinan yang sebelumnya dimiliki oleh Teuku Umar .

Itulah secuil kisah perjuangan Teuku Umar dalam menghadapi penjajahan Belanda, semoga bisa membuat kita mengenal lebih dekat dengan Teuku Umar dan juga menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita untuk menjadi seorang pemimpin yang cerdik, berani dan pantang menyerah. Baik memimpin diri sendiri ke arah yang lebih baik maupun memimpin orang lain.

Author   : Muhammad Arif




You Might Also Like

0 komentar